Semua bermula dari biasa.!

"Ah biasa", "biasa aja kali.." "itu udah biasa."

Sering kali kita mendengar untaian kalimat di atas, sederhana tapi bisa menjadi sesuatu hal yang bisa berdampak baik atau buruk.

Iya dengan biasa menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi rutinitas yang sukar untuk di tinggalkan.

Ketika Rasulullah mengajarkan seorang pemuda, sebuah biasa untuk di jadikan sebuah kebiasaan “Wahai Ghulam, bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022)

Setelah di ajarkan oleh Rasulullah, sang pemuda tersebut menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaan ketika makan, sama halnya dengan kita kalau sudah biasa makan dengan tangan kanan, maka sampai tua pun tangan kanan akan reflek menyuapkan makan ke mulut kita.

Rasulullah selalu mengajarkan hal hal yang kecil dan sederhana kepada para sahabat,agar hal tersebut di jadikan sebuah kebiasaan, memperikan nuansa yang positif dan bermartabat.

Bisa di bayangkan, bagaimana misal orangtua atau orang yang lebih tua mengajarkan hal yang negatif kepada anak? Sampai dewasa anak tersebut akan selalu melakukan hal negatif, karena apa? Karena sudah biasa dari kecil dan menjadi kebiasaan ketika beranjak dewasa.

Hati - hati dengan yang namanya biasa, kebiasaan yang tidak baik berbeda dengan kaidah segala sesuatu yang sukar terhindar darinya maka dimaafkan atau bisa di sebut dengan istilah 'umum albalwa, sebuah kebiasaan atau biasa yang baik bisa di jadikan landasan hukum bagi syariat islam selama tidak menyelisihi syariat, berbeda dengan kebiasaan yang tidak baik yag sudah tersebar di masyarakat. misal pacaran, sering kali terdengar "biasa pemuda pemudi sekarang pacaran" what??? Biasa??? Secara tidak langsung dari ucapan itu seakan akan membenarkan pacaran, seharunya di cegah dengan pemahaman pemahaman yang baik, bukan di lestarikan.

Biasa yang tidak baik segeralah untuk di rubah menjadi biasa yang baik, indah bukan ketika sudah biasa melantunkan ayat-ayat Al Qur'an dan kemudian menjadi terbiasa atau kebiasaan melantunkan Al Qur'an di setiap waktu, dan akhir hayat yang keluar dari mulut adalah ayat-ayat Al Qur'an?

Hal yang asyik adalah ketika kita mampu mengajarkan biasa yang baik kepada siapapun dan menjadi kebiasaan mereka.

Penulis : Ust Uqbah Aziz
Share:

Skenario Eropa

Konon dunia sempat heboh saat dikuasai oleh dua raksasa besar, Sassania ( Persia kuno ) dan Byzantium ( Romawi kuno ). Selama beberapa abad imperium-imperium kecil seperti kerajaan Yunani, India dan Mesopotamia selalu tunduk pada dua Dinasti tersebut. Entah siapa yang lebih angkuh dan gagah, susah diprediksi. Sejarah terus bergerak maju hingga tiba saatnya masing-masing penguasa bercita-cita memfamiliarkan takhtanya. Tidak kenal siapa kawan dan mana lawan, drama pedang pun terus berlangsung hingga beberapa dekade.

Ketika keadaan semakin berantakan, kegiatan saling memberangus makin tidak karuan bak singa kelaparan berebut daging, tiba-tiba nampak sekuntum mawar indah di tanah Arab. Lantas kenapa harus Arab ? apakah Arab Negri adidaya ? atau Negri para filsuf pemilik kejlimetan berpikir ? atau ia adalah tanah yang belum terjamah oleh peradaban kekuatan serta keilmuan ? ya, Arab tanah natural yang belum disusupi filsuf kuno maupun diangggap kota berwibawa kala itu alias kota mati.

Tidak mendung tidak hujan secara perlahan mawar itu mulai bermekaran indah, mencengkeramkan akarnya dengan kokoh, dilindungi duri-duri tajam serta menghamburkan bau menggoda hingga tercium oleh sejumlah raja perkasa dari berbagai anak benua. Arab membengkak bukan secara kebetulan, tapi mereka besar lantaran ideologi yang digendong oleh Muhammad, sang Nabiyullah sekaligus pemimpin mereka. Dua kekaisaran besar mulai terusik dengan kehadiran tamu Arab itu hingga menambah aktifitas mereka berdua dengan memasukan Arab ke dalam daftar santapan berikutnya.

Dunia meramalkan bahwa episode berikutnya Arab tidak akan panjang umur. Namun diluar dugaan, kendatipun Arab adalah pasukan yang baru menampakkan taringnya, tapi mampu mengimbangi serangan mereka berdua hingga tak mampu lagi mengepakkan sayapnya. Pada akhirnya ia meraih kharismatik dan apresiasi yang belum pernah ada sebelumnya bahkan menjadi penguasa nomor satu. Tidak cukup sampai di situ, islam terus memuluskan misi ekspansi ke berbagai wilayah dengan kelembutan, sesekali dengan gertakan jihad atau pemberontakan dalam konteks barat.

Ketika Islam pada puncak kekuasaan, kekayaan berlimpah ruah, musuh pun nampak menyerah. Dari sini lah kaum muslimin mulai lengah terutama kaum pinggiran yang baru saja ditaklukan bahkan belum sempat menyempurnakan Iman. Saingan mereka belum move on dari traumanya menghadapi pasukan Islam yang tangguh. Mereka mulai merubah strategi dengan ledakan budaya barat yang dikenal dengan zaman renaisans pada abad 14 M.

Seakan-akan lahir dunia baru, pada era ini apapun terkoleksi dan terakumulasi, mulai teknologi canggih yang menggiurkan, senjata dan amunisi yang mengerikan, serta segala pernik sains yang siap saji. Ternyata sesuai dugaan bahwa opsi ini ampuh menciptakan westernisasi, melumpuhkan batin orang-orang islam hingga mereka merayap dan merangkak ke kiblat barat dengan terkesima. Peristiwa ini terus berkembang dan berkembang, berpotensi meretakkan rantai sejarah umat islam yaitu akhirat, bahkan mulai mempercantik alur sejarah barat.

Ditinjau dari dimensi kredo umat islam bahwa westernisasi ( pemujaan terhadap barat ) adalah contoh konkret dari hubbud dunia, sesuai wejangan Kanjeng Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa :


حب الدنيا رأس كل خطيئة

“cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan “. Padahal para empunya umat Islam, pemilik generasi emas yaitu abad ke satu, dua dan tiga hijriah, beliau semua jauh-jauh hari sudah mewanti-wanti kita agar tidak kagum pada gaya kebarat-baratan. Namun faktanya perkara yang dihindari oleh para salaf justru dijunjung tinggi oleh generasi kekinian dengan alasan Islam kurang kaffah kalau tidak ikutan modern, yang dikenal dengan terminologi “ Islamis Modernis “. Alhasil muslim zaman now lebih berakhlak barat ketimbang fokus akhirat, lebih bangga berdasi ketimbang tampil dengan sarung, peci, surban lantaran bikin gengsi. Yang lebih menggelikan tidak mampu konsisten dengan adagium andalan “ otak Eropa hati Makkah “ hingga yang penting kaya dan jadi orang kantoran meski pangkat karyawan eropa, dari pada merdeka, kerja dagang namun bisa menderita.

Penulis: Ustadz Syafi'i
Share:

Meraih Ridha Allah Dengan Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Diantara jalan meraih keridhaan Allah adalah dengan berbakti kepada kedua orang tua. Bahkan berbakti kepada kedua orang tua adalah termasuk diantara amalan yang paling utama. Dan merupakan salah satu masalah penting dalam islam. Didalam Al-Qur’an, setelah Allah memerintahkan manusia untuk beribadah hanya kepada-Nya, Allah memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tuanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". (QS Al-Isra : 23 – 24)

Ayat tersebut menjelaskan betapa pentingnya berbakti kepada kedua orang tua. Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah menjelaskan keadaan seorang ibu tatkala mengandung. Bahwanya seorang ibu tatkala mengandung dalam keadaan susah payah, dan begitu pula tatkala melahirkan. Maka dari itu hendaknya kita senantiasa berbakti kepada orang tua kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia Telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang Telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya Aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya Aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (QS. Al-Ahqaf : 15)

Berbakti kepada kedua orang tua merupakan salah satu penyebab seseorang untuk meraih kebaikan di dunia dan akhirat. Adapun sebaliknya, durhaka kepada kedua orang tua merupakan penghalang seseorang dari kebaikan dunia dan akhirat.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam juga telah menerangkan bahwa durhaka kepada kedua orang tua adalah salah satu dosa besar yang harus kita hindari. Sebagaimana sabda Beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam bahwa diantara dosa besar adalah :

 ...الإشْرَاكُ بِالله، وَعُقُوقُ الْوَالدَيْنِ
“Mempersekutukan Allah, dan durhaka kepada kedua orang tua”

Nah, Bagaimana seharusnya kita bersikap kepada kedua orang tua kita? Berikut ini adalah diantara adab-adab terhadap kedua orang tua:

  1. Mengucapkan salam ketika hendak masuk dan keluar rumah
  2. Menghormati dan memuliakan mereka
  3. Santun dalam berbicara dengan mereka. Menggunakan kalimat yang baik, lembut, dan tidak kasar. Serta tidak mengeraskan suara ketika berbicara dengan mereka
  4. Hendaknya menyeru panggilan mereka ketika dipanggil
  5. Mematuhi perintah mereka selama bukan dalam maksiat
  6. Tidak keluar rumah tanpa izin mereka
  7. Tidak melakukan perbuatan yang menyaikiti hati mereka dan akan membuat mereka marah
  8. Tidak durhaka kepada mereka
  9. Tidak mencela mereka, dan tidak pula memberi julukan yang buruk kepada mereka, serta tidak mentertawakan mereka
  10. Senantiasa mendoakan kebaikan untuk mereka

SUMBER BACAAN :

  • Al-Adab Al-Islamiyyah Li At-Thifl Al-Muslim, Karya Syaikh Abu Ammar Mahmud Al-Mishri (Maktabah Ash-Shafa : Mesir, Cet 1, 2011 M / 1432 H)
  • Mausu’ah Al-Adab Al-Islamiyyah, Karya Abdullah Bin Muhammad Al-Mu’taz (Darus Salam : Riyadh – KSA, 1434 H)
  • Syarah Riyadhus Shalihin Karya Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin (Addarul Alamiyyah : Mesir, Cet 1, 2012 M / 1433 H)

Ditulis oleh : Abu Umair
Share:

Orang Tua adalah Aktor Utama Pendidikan


Orangtua adalah madarasatul ula bagi anak-anaknya,mereka akan mencontoh apa yang diperbuat oleh orang tua, perkataan, tingkah laku dan lain sebagainya. Seorang perempuan layak untuk mengenyam pendidikan tinggi, karena ilmunya akan kembali pada mereka anak-anaknya.

Inilah yang mesti disadari dan diketahui oleh seorang ibu, tanggung jawab yang ia miliki, dengan suami bersama-sama mendidik dan mencetak generasi yang berbudi pekerti, dan menurunkan segala kebaikan yg dicontohkan dan diajarkan kepada mereka.

Mendidik anak tidak hanya menyekolahkan mereka dari tk sampai sma atau perkuliahan, justru pendidikan anak dimulai dari persiapan orangtua dalam membenahi, memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas ibadah dan keta'atan.

Dari awal tujuan mereka memadu


kasih, dan didalam proses kehamilan sudah dimulai pendidikan bagi sang buah hati. Apa yang dilakukan di masa kehamilan akan mempengaruhi sifat dan akhlaq anak nantinya. Dan tentunya kualitas makanan yang dikonsumsi si ibu memiliki andil besar dalam perkembangan fisik si anak.

Kemudian ketika lahir, orang tua merupakan guru pertama bagi mereka, kebiasaan positif yang mereka ajarkan akan membentuk karakter anak kedepannya. Maka cerminan anak adalah ada pada orang tua mereka.

Para ummahat, ibu-ibu di zaman dahulu menyusui anaknya dengan basmalah dan niat agar ketika dewasa anak bisa menjadi sosok besar dan memberi pengaruh positif dalam kehidupannya. Menjadi seorang ahli dalam berkuda, panglima perang, pemberani dan berilmu.

Maka dari itu nenek moyang kita dahulu juga adalah orang-orang besar. Sedangkan pada zaman sekarang tidak sedikit kita dapati ibu-ibu menyusui anaknya agar lekas tidur. Apa yang di harapkan dibalik hal yang sederhana ini ? Perjuangan mendidik anak adalah dari hal kecil, disertai doa yang tulus akan mempengaruhi perkembangan mereka.

Penulis : Ust Riyan
Share:

KEPING KEEMPAT BELAS : Cermin Jiwa


Belajarlah mawas diri pada seorang Adam ‘alaihissalam.

Ketika beliau diturunkan dari surga, siapa yang pertama kali beliau salahkan?
Apakah beliau menimpakan kesalahan kepada istrinya, seorang Hawa saja? Ketika ditanyai oleh Allah, apakah ada beliau semisal berkata, ‘Ya Allah, ini semua bersebab ulah istriku, Hawa. Dialah yang terus menerus membujukku hingga aku akhirnya melanggar perintah-Mu.’ Adakah?

Ah, tentu tidak, bukan?

Apakah beliau kemudian lantas menyumpah serapahi Iblis, dedengkot utama pangkal mula seluruh peristiwa tersebut? Apakah ada beliau semisal mengeluh, ‘Ya Allah, ini semua gegara bisik terkutuk dari Iblis. Dialah yang tak henti menggoda kami hingga akhirnya kami lengah dan memakan buah khuldi tersebut.” Adakah?

Ah, pun tentu tidak, bukan?

Beliau tak menyalahkan siapapun. Juga tak berarti berlepas diri begitu saja. Beliau justru berdoa, dengan doa yang sungguh teramat mengetuk hati. Apa kata beliau?

Allah abadikan permohonan beliau dalam Surat Al A’raf (7) ayat ke 23 . Di sana, penuh lembut beliau bersimpuh di hadapan Rabb Yang Maha Mendengar seraya berujar, “Rabbanaa Dzhalamnaa Anfusanaa wa in lam tahgfirlanaa lanakunanna minal khosiriin…Ya Tuhan kami, sungguh KAMI TELAH berlaku DZALIM pada diri kami sendiri, maka jika Engkau kiranya tidak sedia mengampuni dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami kan termasuk orang-orang yang merugi…”

Amat Agung!

Untuk kejadian sepelik itu, -permasalahan yang kemudian mengeluarkan mereka dari zona nyaman kampung halaman surga untuk kemudian hidup ‘seadanya’ di tanah baru bernama muka bumi-, beliau justru pertama kali melihat segala sesuatunya dari sudut pandang tanggung jawab beliau.

‘Kami telah berlaku Dzhalim terhadap diri kami sendiri!’ Bukankah ini sebentuk pengakuan yang amat ‘gentleman’? Bukankah ini pertanda suatu intropeksi yang teramat legowo? Dan bukankah ini merupakan awal dari sebuah insaf sekaligus taubat yang kelak akan diterima Allah?

Dan memang begitulah seharusnya. Dari ayah kita, Adam ‘Alaihissalam, kita belajar bercermin dalam setiap permasalahan yang datang menghampiri. Belajar mawas diri. Melihat jauh ke dalam diri kita terlebih dahulu sebelum lancung mengacungkan telunjuk kepada orang lain. Belajar peka sekaligus ikhlas, sebelum latah melemparkan salah kepada saudara sesama.

Rumah tangga bermasalah? Salahkan diri kita dahulu! Boleh jadi karena kita yang belum seutuhnya sempurna peka dalam memahami maksud pasangan.

Prestasi akademik merosot? Gagal melewati tes ujian? Lihat diri kita dahulu, bung! Boleh jadi karena fokus kita yang teralihkan pada hal-hal lain, hingga materi pengajar di kelas terluput dari kita.

Hafalan Qur’an banyak yang terlupakan? Jangan salahkan musyrif atau seabrek agenda kita, kawan. Boleh jadi karena diri kita sendiri yang tak pernah berusaha sejenak meluangkan waktu tuk membuka lembaran mushaf kita, bukan?

Makanan tak lagi terasa lezat? Kekayaan tak kunjung terasa cukup? Rezeki terasa seret tak lekas membaik? Intropeksi keseharian kita dulu, sahabat! Boleh jadi ada secuil bagian yang haram dalam usaha kita, hingga mentabiri seluruh berkah langit yang sedianya turun untuk keluarga kita. Atau boleh jadi karena ada sebiji riya’ di hati kita, ketika merasa diri kita lebih baik dari manusia-manusia lainnya. Atau boleh jadi, karena memang selama ini shodaqoh kita pada sesama yang belum seikhlas sebagaimana yang diajarkan Kanjeng Nabi kepada kita.

Ah, apapun masalah yang kita hadapi, mari biasakan untuk bercermin pada diri kita terlebih dahulu. Melihat sebening apa sesungguhnya kadar isi hati kita selama ini. Menengok sebersih apa sesungguhnya hubungan kita selaku para hamba kepada Dzat yang menjadi Rabb kita.

Agar jangan sampai kita terbutakan dalam tabir pekat dosa yang teramat gelap. Hingga hilanglah seluruh perasaan peka dari diri kita, dan kita menjadi orang-orang yang dimaksud dalam tamsil pribahasa lama : Kuman di seberang samudra terlihat, namun gajah di pelupuk mata justru terluput.

Selamar belajar. Selamat bercermin. Semoga dalam setiap bayang masalah kita nanti, kita menemukan kejernihan mata air Ilahi yang membimbing kita pada petunjuk serta taubat pada-Nya. Allahumma Amin.

Penulis : Chairulsinaga
Share:

Kunci mendapatkan ilmu yang Bermanfaat


🔏 Kunci mendapatkan ilmu Yang Bermanfaat 🔏

العلم صيد والكتابة قيده
قيد صيودك بالحبال الواثقة
فمن الحماقة أن تصيد غزالة
وتتركها بين الخلائق طالقة

“Ilmu itu bagaikan binatang liar, Sedang mencatat adalah pengikatnya
Ikatlah hewan buruanmu dengan tali yang kuat
Adalah kelalaian sekali jika anda memburu seekor kijang,
Kemudian anda lepas begitu saja tanpa tali pengikat.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah juga berkata untuk kita semua :

أَخِي لَنْ تَنَالَ العِلْمَ إِلاَّ بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيْكَ عَنْ تَفْصِيْلِهَا بِبَيَانٍ: ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاجْتِهَادٌ وَدِرْهَمٌ وَصُحْبَةُ أُسْتَاذٍ وَطُوْلُ زَمَانٍ

“Wahai saudaraku… ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara yang akan saya beritahukan perinciannya:

(1) Kecerdasan
(2) Semangat
(3) Sungguh-sungguh
(4) Berkecukupan
(5) Bersahabat (belajar) dengan ustadz
(6) Membutuhkan waktu yang lama.”

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

1⃣  Kecerdasan : Sebagai penuntut ilmu, salah satu bekal yang perlu di miliki dan di cari adalah kecerdasaan, karena salah satu sarana untuk menggapai ilmu, cepat dalam menghaf Al Qur'an serta mudah memahami konteks di setiap ayat yang di baca.

Kadang kecerdasaan satu sama lain berbeda, ada yang sudah di karunia oleh Allah sejak lahir, dan ada juga yang memilikinya dengan belajar dan mengasah diri.

Ibnu Abbas karena kecerdasaanha dikenal dengan julukan Turjumaanul Qur’an (juru tafsir al-Qur’an), Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu ditanya, “Darimanakah Anda mendapatkan ilmu sebanyak ini?

“Aku mendapatkannya dengan lisan banyak bertanya dan hati yang banyak berpikir.”

Ibnu abbas mengajarkan kepada kita supaya cerdas dalam mencari ilmu, apa lagi ketika sudah berurusan dengan Al Qur'an, beliau cerdas dan memberikan kunci kenapa beliau bisa cerdas. Jawabannya adalah dengan senantiasa bertanya dan hati yang selalu serasi dengan ke ilmuan tidak dengan emosional ataupun mengikuti hawa nafsu.

2⃣  Semangat : ibarat angin yang berhembus membesarkan api, semangat merupakan pembesar tekat yang sudah di niatkan untuk mencapai cita-cita.

Sebagai seorang penuntut ilmu sudah sepatutnya untuk menjaga semangat dan terus menumbuhkan semangat dari dalam diri sendiri agar bisa menggerakan badan untuk menuntun diri dan supaya tidak loyo mencapai apa-apa yang sudah di inginkan atau yang di cita-citakan, terutama untuk urusan akhirat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

احرص على ما ينفعك، واستعن بالله ولا تعجزن، وإن أصابك شيء فلا تقل لو أني فعلت لكان كذا وكذا؛ ولكن قل: قدر الله وما شاء فعل، فإن لو تفتح عمل الشيطان

“Bersemangatlah kamu terhadap apa-apa yang bermanfaat bagi kamu, dan mohonlah pertolongan pada Allah dan jangan merasa lemah. Dan jika sesuatu menimpamu maka jangan katakan andaikata dulu saya melakukan begini pasti akan begini dan begini, tetapi katakanlah semua adalah takdir dari Allah dan apa yang dikehendakiNya pasti terjadi. Sesungguhnya (perkataan) “seandainya-seandainya” akan membuka amalan syaithan.” [HR Muslim]

3⃣  Sungguh-sungguh : niat merupakan inti dari pada sebuah amalan, sedangkan kesungguhan merupakan cerminan dari niat itu sendiri, semakin kuat kesungguhan yang di usahakan, maka akan nampak ke jujuran dari niat itu sendiri.

Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugrahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. [08:Al Anfaal:53].

Kesungguhan akan merubah diri menjadi lebih baik lagi, karena Allah tidak akan merubah kondisi seseorang kecuali orang tersebut bergerak dan bersungguh untuk berubah, tidak cukup dengan niat saja, seorang yang mempunyai niat yang begitu kuat untuk menjadi penghafal 30 juz akan tetapi lemah dalam semangat mendatangi majlis majlis tahfizh, maka akan sulit baginya untuk mencapai cita-citanya.

Bersungguh sunggah dalam arti, ketika dalam kondisi yang lemah, dia tetap semangat untuk hadir dan terus hadir untuk belajar Al Qur'an atau ilmu lainya, tak peduli jarak dan waktu yang di tempuh, ia tetap hadir di halaqoh Qur'an sebagia bukti kesungguhan di hadapn Allah, agar di permudah jalan dan di hilangkan hambat-hambat yang menjadikan ia malas atau bosan memcapai cita-cita. Rasulullah pernah mengatakan bahwasanya setiap orang akan dimudahkan untuk sesuatu yang telah diciptakan baginya [HR. Bukhari, Muslim].

Mudah di gapainya dengan sungguh-sungguh serta dengan niat yang jujur di barengi dengan semangat yang besar.

4⃣  Berkecukupan : Ibarat menunaikan haji, bagi seorang penuntut ilmu sangat di anjurkan mempersiapkan segala sesuatu untuk mencari ilmu, baik kesiapan mental, fisik mau harta. Karena mereka tahu bahwasanya menuntut ilmu adalah jihad atau jalannya menuju surgaNya Allah.

Di kisahkan di mana Ibu dari Rabi’ah Ar-ra’yi guru Imam Malik menghabiskan 30.000 dinar ( 1 dinar = sekitar Rp 48rb ) untuk pendidikan anaknya, tatkala suaminya pulang dan menagih harta yang di titip terjadi perbincangan,

`فقالت أمه: أيما أحب إليك ثلاثون ألف دينار، أَوْ هذا الَّذِي هو فيه من الجاه، قَالَ: لا وَالله إِلا هذا، قالت: فإني قد أنفقت المال كله عَلَيْهِ، قَالَ: فوالله ما ضيعته.

“Ibu Rabi’ah berkata kepada suaminya, “mana yang engkau sukai antara 30.000 dinar atau kedudukan yang dia (anakmu) peroleh?”, suaminya berkata, “demi Allah aku lebih suka yang ini (kedudukan ilmu anaknya), Ibu rabi’ah berkata, “Saya telah menghabiskan seluruh harta tersebut untuk mendapatkan seperti sekarang ini”, suaminya berkata, “Demi Allah, engkau tidak menyia-nyiakannya.”

Di ceritakan bahwasanya seorang pencari hadist rela ke hilangan anggota tubuhnya karena mati rasa di sebabkan dinginnya udara perjalanan hanya untuk mencari 1 hadist nabi, dan kita tahu mereka mencari dengan melakukan perjalan berhari2 bahkan ada yang berbulan bulan.

Maa syaAllah mereka semua rela mengorbankan apa-apa yang di miliknya untuk mencapai kemulian.

Kita yang Allah mudahkan dan cukupkan baik mental, jiwa dan harta sudah selayaknya bersyukur dan lebih bersemangat lagi dalam mencari ilmu apa lagi yang kita tuju adalah menghafalkan Al Qur'an yang merupakan 'surat cinta' dari Allah buat hamba hambaNya.

5⃣  Bersahabat (belajar) dengan ustadz : Hendaklah bagi yang mencari ilmu mempunyai guru-guru yang dapat menuntunnya mendaptkan ilmu yang bermanfaat, dan tidak menjadikan buku-buku sebagai gurunya, Ali Bin Abi Thalib menasehati kita semua hendaklah apabila kita mencari sebuah ilmu agama khusunya, kita harus berguru kepada mereka berilmu bukan kepada buku-buku. Karena dengan guru orang akan belajar banyak hal yang mana ia tidak dapatkan ketika hanya membaca buku. Dan juga agar kita tidak salah penafsiran.

Dan ketika seorang sudah berguru maka ia harus bersabar, sebagaiamana wasiat Imam Syafi'i :

Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru.
Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya.
Barangsiapa belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar,
Ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.
Dan barangsiapa ketinggalan belajar di masa mudanya,
Maka bertakbirlah untuknya empat kali karena kematiannya.
Demi Allah hakekat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa.
Bila keduanya tidak ada maka tidak ada anggapan baginya.

Para ulama dan orang-orang terdahulu, mereka bisa sampai ke derajat yang tinggi, di karnakan salah satunya adalah mereka mempunya banyak guru untuk di ambil ilmunya. Imam malik contohnya beliua mengambil hadist kurang lebih dari 900 guru, ada juga para ulama terdahulu yang mempunyai guru lebih dari 1000 guru, dan masih banyak lagi para penuntut ilmu yang mana mereka mengabil banyak dari guru-guru mereka dan tidak memilih milih guru selama ia mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

6⃣  Membutuhkan waktu yang lama.: "Al Qadhi Iyadh suatu ketika pernah ditanya ”Samapi kapan seseorang harus menuntut ilmu?”. Beliau menjawab: “ Sampai ia meninggal."

Ibnul Mubarok berkata,

تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين.

“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”

Mencari ilmu tidak akan sampai tahap akhir dengan cara yang instan, sebagaimana para ulama terdahulu, mereka mencari ilmu bertahun-tahun dan selalu menikmati di setiap perjalanan mereka, karena tahu akan sebuah ke utamaan mencari ilmu. Ketika seseorang berjalan melalui tahapan tahapan, tingkatan, level level tertentu, maka ia akan mencapai sebuah hasil dan derajat tertentu, karena itulah salah satu seorang yang gagal dalam menguasai sebuah ilmu di karnakan, tergesa gesa dalam mencari ilmu, ingin mendapatkan hasil yang cepat, tidak melalui tahapan tahapan sebagaimana mestinya.

Ketika bayi baru lahir dan tumbuh dewasa, maka hal yang biasa ia lakukan pertama kali supaya bisa berjalan sebagaimana orang dewasa adalah guling guling, kemudian masuk k level merangkak, kemudia ia berdiri, setelah berdiri maka ia akan berjalan perlahan, jatuh bangun jatuh bangun sampai pada saatnya ia mampu berjalan dan berlari dst.

Mana kala bayi baru lahir kemudian di paksa untuk berdiri, maka sudah tentu tidak baik untuk kesehatan tulang2 bayi itu sendiri. Karena ia langsung loncat ke tahap yang belum layak untuk di lakukan.

Tidak jauh beda dengan penuntut ilmu dan para penghafal Al Qur'an, mereka sudah selayaknya bersabar lama dalam zaman dan harus melalui beberapa tahapan dan level untuk mencapai sebuah kematangan ilmu. Dan itu semua akan memakan waktu yang lama. Dan sudah sepantasnya seorang penuntut ilmu bersabar dan bersabar walau memerlukan waktu yang lama. Karena di dunia ini adalab landang umat manusia mencari ilmu yang kemudian di gunakan untuk mementaskan diri menjadi pribadi yang di cintai oleh Allah dan kemudian di masukan kedalam surgaNya dan berkumpul dengan sang kekasih yaitu Rasulullah.

اَللَّهُمَّ إِِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ , وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ , وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ , وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهاَ.

“ Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat dari hati yanh tidak khusyuk, dari nafsu yang tidak pernah kenyang, dan dari doa yang tidak diperkenankan.”

Wallahu A'lam

✍🏻 Uqbah Aziz
Share:

Pendaftaran Santri Halaqoh Tahfizh Riyadhul Qur'an

Perkenalkan Kami dari lembaga Halaqoh Tahfizh Riyadhul Quran bergerak di bidang pengajaran dan pembelajaran Al Quran, mulai dari usia dini hingga dewasa. Alhamdulillah selama ini kami telah membuka halaqoh tahfizh di berbagai daerah di indonesia seperti Jawa Tengah, Jakarta dan Kalimantan. HTRQ juga kini membuka program khusus yaitu tahfizh dan murojaah secara online khusus ikhwan.

Kami akan membuka pendaftaran santri untuk putra-putri dan dewasa untuk akhwat dengan klasifikasi kelas
Iqro' (Pra Tahsin) Belajar dari mengenal huruf-huruf hijaiyyah
Tahsin Belajar memperbai bacaan
Tahfizh Belajar menghafal Al Qur'an mulai dari juz 30

Dengan persyaratan sebagai berikut:
  1. Komitmen
  2. Berkelakuan baik
  3. Pelajar putra-putri usia 6 tahun
  4. Usia dewasa wanita
  5. Mengisi formulir dan melengkapi berkas pendaftran
Berikut cabang-cabang HTRQ yang menerima pendaftran :

Halaqoh tahfizh riyadhul Qur'an (Cabang Pesanggrahan)


🏫 Jln Cendrawasih Raya No 21A Rt 12/06 Pesanggrahan jakarta selatan 12320.
🚗 https://goo.gl/maps/foqBKWnPz7v
📆 Setiap hari Senin, Selasa dan Rabu.

🕛 Pukul 16:00 - 17:30
🔈 Pendaftran akan di tutup jika kuota terpenuhi.

👉 Teknis pendaftaran
📝 (WA) Ketik : Daftar Qur'an Pesanggrahan_Nama Lengkap_umur_alamat kirim ke : +62 856-4738-3643 atau
+62 812-9095-720

✴☎ Kontak Person
▪+62 856-4738-3643 (Kak Uqi)
▪+62 812-9095-720 (Ibu Lina)

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Rumah Tahfizh Riyadhul Qur'an (Cabang Pontianak)
🏫 Jalan Padat Parya Komplek Grand View Residence No. C3 Pontianak.

📆 Setiap hari Senin - Jum'at.
🕛 Sore Pukul : 16:00 - 17:30
🕛 Malam Pukul : 17:30 - Isya

👉 Teknisi pendaftran
📝 (WA) Ketik : Daftar Qur'an Pontianak_Nama Lengkap_umur_alamat kirim ke : +6285754715131 atau +6282254904228

☎ Kontak Person
▪+62 857-5471-5131 (Ust Irwansyah)
+62 822-5490-4228 ( Ibu Dewi Ratna )

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Halaqoh Tahfizh Riyadhul Qur'an (Cabang Cinere)

🏫 Jalan Tanjung 208 Blok B Cinere, Depok.

Pelajar :
📆 Setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu.
🕛 Sore Pukul : 16:00 - 17:30

Dewasa Wanita :
📆 Setiap hari Selasa dan Sabtu.
🕛 Sore Pukul : 16:00 - 17:30

👉 Teknisi pendaftran
📝 (WA) Ketik : Daftar Qur'an Cinere_Nama Lengkap_umur_alamat kirim ke : +6285385060448 atau +6281219910588

☎ Kontak Person
▪+62 853-8506-0448 (Ust Faizal)
+62 812-1991-0588 (Ibu Atin)

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Halaqoh Tahfizh Riyadhul Qur'an (Cabang Manahan, Surakarta)


🏫 Jl Srigunting VI No 15 Manahan Surakarta
📆 Setiap hari Kamis, Jum'at dan Sabtu.
🕛 Pukul 16:00 - 17:30 WIB

👉 Teknisi Pendaftran
📝 (WA) Ketik : Daftar Qur'an Manahan_Nama Lengkap_umur_alamat kirim ke : +62 838-6696-2034 / +62 812-2983-8395

☎ Kontak Person
+62 838-6696-2034 ( Ust Joko )
▪+62 812-2983-8395 ( Ust Bima )

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Tahfizh Online Riyadhul Qur'an


Di manapun ada tetap bisa ziyadah dan murojaah Al Qur'an.

Gabung yuk dengan Tahfizh Online.

Persyaratan mudah :

1. Ikhwan.
2. Komintmen.
3. Siap mentaati tata tertib.
4. Mempunyai hp.
5. Istiqomah.


👉 Teknisi pendaftran
📝 (WA) Ketik : Daftar Qur'an Online_Nama Lengkap_umur_alamat kirim ke : +6285310211224

☎ Kontak Person
+62 853-1021-1224 ( Ust Nur Muhammad )

Demikian informasi yang dapat kami sampaikan, Syukron Katsiir.
Share:

Rumah Qur'anku

"Taman Untuk Anak Kita"

Apa yang terlintas di benak, saat mendengar nama Riyadhul Qur’an?
Yang ada, pikiran menjadi tenang, hati menjadi jernih, dan kesejukan menyergap keseluruh jiwa, berada di taman-taman Al Qur’an. Berharap inilah taman terbaik untuk anak kita di dunia, yang membawa mereka menuju taman abadi di surga-Nya.

Ya, Riyadhul Qur’an artinya adalah taman-taman Al Qur’an, sungguh amat sangat indah arti nama ini.

Taman yang dihadirkan untuk menerangi kegelapan, mengajak kita semua kembali berpegang teguh pada dua hal yang telah diwasiatkan Rasulullah Saw, sebagaimana sabda beliau, “Aku tinggalkan dua hal, yang mana dengan dua hal tersebut, kalian tidak akan pernah tersesat selamanya, yaitu Al Qur’an dan dan As Sunnah.”



Metode pendidikan yang digunakan Rumah Tahfizh Riyadhul Qur’an (taman Al Qur’an) di pelbagai tempat, khususnya di Pontianak ini, untuk mengajak ummat kembali pada Al Qur’an dan As-Sunnah adalah :

Pertama, dengan mengenalkan Al Qur’an dan As-Sunnah kepada ummat dari level bawah atau anak-anak, yang mana generasi inilah yang kelak akan menjadi tonggak perubahan sejarah ummat di masa depan dan generasi tua, sebagai pengawal dan pengawas terbentuknya generasi emas tersebut.

Kedua, dengan memadukan metode pengajaran formal dan inovatif, sehingga tidak terjadi kejenuhan dalam proses pembelajaran Al Qur’an.

Ketiga, dengan meningkatkan kesadaran keluarga muslim dengan Al Qur’an, untuk tetap memantau perkembangan anak di rumah selama mengikuti program tahfizh.


Dalam rangka untuk lebih meningkatkan kwalitas Rumah Tahfizh Riyadhul Quran, cabang ke-3, pimpinan pusat, Ustadz M. Uqbah Aziz, memberikan waktu khususnya ke Pontianak, untuk berbagi ilmu dan mentransfer semangatnya, “Anak adalah aset yang sangat berharga. Ketika orang tua memercayakan menitipkan anak mereka pada kita, sungguh itu adalah ladang amal bagi kita, untuk memberikan yang terbaik pada mereka, karena mereka hakikatnya adalah anak-anak kita, yang akan mengalirkan pahala tak terhingga,” kata ustadz Uqbah di sela motivasinya.


Akhir kata, Riyadhul Qur’an mengajak kepada pihak-pihak yang terkait untuk meluruskan niat hanya kepada Allah dan hanya mengharapkan ridho-Nya semata dalam proses yang insya Allah akan ditempuh bersama di masa mendatang, karena di hari ini kita telah memulai, ber ‘azzam, dan membangun pondasi dasar perubahan peradaban dunia!

Penulis : Ratna Dewi Idrus
Share:

Labels